Ada yang sangat ingin kautemui? :)

Ruang Televisi: "Makan Malam di Taman Buku (Bagian Akhir)."

Pelayan meletakkan tisu makan di meja.

“Jadi.. ini menjadi Taman Buku kita?”

Kucil menyeruput kopi hitamnya sambil manggut-manggut. Mereka sedang mengopi dan makan es krim di kedai kopi yang sering dihampiri oleh Kucil dan teman-temannya dari The Celurits. Kucil memesan secangkir kopi hitam dan martabak pisang keju, sedangkan es krim vanilla dan es coklat dipesan Harap.

Kucil sudah bilang ketika Harap pulang nanti maka ia akan sakit perut. Malam ini lumayan dingin. Namun Harap keras kepala. Kali ini Kucil maklum. Bukan maklum karena Harap keras kepala, melainkan ia tidak ingin Harap kesal dan itu akan membuat Kucil sedih. Baru kali ini Harap bersikap sangat kekanakan. Atau mungkin, baru memunculkan sifat kekanakannya.

“Solusi terbaik untuk menjawab kebingunganmu,” Kucil menyeruput kembali kopinya lalu meletakkan cangkir berwarna coklat itu dengan hati-hati. “Jangan lupa, oke? Aku ulangi ya, karena sepertinya kau akan melupakan ini. Ketika kau bangun tidur, kau mimpi apa, maka tuliskan lah di buku yang besok akan kita beli.”

“Kau konyol! Aku pikir kau bercanda!” Harap meletakkan mangkuk es krimnya agak keras di atas meja persegi berwarna kuning gading. Sama sekali tidak hati-hati, sama seperti perkataannya.


Kucil tertawa kecil, “Ya, lebih konyol kau, Harap. Kau pergi ke tempat yang ternyata itu hanya mimpimu. Bisa-bisanya kau bicara bahwa itu terjadi di umurmu lima tahun. Kau konyol!”

“Hah?” sepertinya Harap tersinggung. “Kau mimpi bisa terbang saja bangga! Saat SD aku sudah mengalami mimpi itu!”

Kucil melotot, “Kau mengejekku, Harap! Aku, aku pernah, mimpi mmm.. mimpi.. aaaaaaaa aku grogi! Kau membuatku grogi! Aku jadi lupa semua mimpi-mimpiku!”

Harap tertawa menang. Kucil menenggak kopinya, tidak lagi menyeruput. “Sekarang kopiku habis. Gara-gara kau kopiku habis!”

Harap menggeser gelas es coklatnya ke hadapan Kucil, “Sekali-kali kau boleh lho minum es di udara dingin seperti ini.”

Kucil menyeringai kecil, “He, memangnya kau mau cebokin aku sepanjang malam, hah?”

Harap tertawa senang. Senang sekali. Hingga membuat Kucil ikut tertawa kecil sambil melihat Harap dengan tatapan yang serius.

“Gitu dong tertawa lagi..” Kucil tersenyum sangat manis.

Harap berhenti tertawa, “Kucil, senyummu manis sekali! Seperti temanmu yang waktu itu berkunjung ke rumah.”

“Hah?” Kucil mengernyitkan dahi. “Maksudmu Bangsa?”

“Ya, Bangsa. Nama yang bagus.”

“Ya, bagus. Entah mengapa orangtuaku menamai Kucil padaku..”

“Kau harus mensyukurinya, Kucil..”

“Ya, aku mensyukuri. Karena mungkin kalau namaku Bangsa, aku tidak akan bertemu denganmu.”

“Tapi nyatanya aku pernah bertemu dengan Bangsa,” Harap menancapkan garpu di potongan martabak pisang keju dari piring Kucil lalu melahapnya.

“Tapi kau tidak hidup dengan Bangsa, kan?” Kucil menyeruput kopinya yang sudah habis. Akhirnya ia minum es coklat Harap.

“Kau tidak tak—” Harap mesam-mesem hingga kesulitan menelan potongan martabak yang sedang dikunyahnya, “kau tidak takut sakit perut?”

“Aku lebih takut kau hidup dengan Bangsa.”

Harap tersedak.

***

Ini bukan kalimat basa-basi dari mereka,
melainkan karena kau harus benar-benar baik-baik saja..

Ini bukan kalimat basa-basi dari mereka,<br>melainkan karena kau harus benar-benar baik-baik saja..