“Kenapa kau tak bangunkan aku? Kau bisa bicara denganku, kan? Kau menganggapku kan di rumah ini?”
“A-aku tak maksud untuk tidak menganggapmu, Kucil.. Demi Tuhan.. Aku menangis hebat saat itu, kepalaku pusing. Aku tidak terpikirkan apa-apa selain bicara dengan layar komputer. Aku mengetik semuanya. Aku takut kehilangan mereka..”
“Teman-temanmu yang tidak peduli denganmu itu, hah?”
“Bukan.. Teman-teman yang lain. Saat aku ikut studi kemah di pegunungan.”
“Kau kan tak suka pegunungan?”
“Ya. Aku ikut studi kemah itu hanya ingin masuk kelas pantai saja. Setelahnya aku tak ingin ikut. Tapi entah mengapa aku lolos ke tingkat selanjutnya, yaitu pegunungan. Di sana orang-orang hebat. Aku tidak terlalu suka. Mereka orang-orang yang sekelas dengan hewan harimau.”
“Berapa kali harus kubilang bahwa kau hebat, Harap. Kau bukan kerbau yang payah!”
“Ya. Seberapapun hebatnya aku, aku tetaplah seorang kerbau. Mereka adalah harimau. Mereka tidak takut akan kerasnya hidup.”
“Kau pun!”
“Ya! Aku hebat! Aku hebat bila dihadapanmu, Kucil! Di depan mereka aku hancur! Aku dikoyak habis!”
“Kau kan tidak perlu ikut melanjutkannya, kan?”
“Mana bisa, Kucil? Ayahku tahu aku ikut studi kemah itu. Ayahku tahu aku lolos ke tingkat selanjutnya. Aku rasa ayahku pun berharap aku masuk ke kelas awan!”
“Kau masuk?”
“Tidak. Aku kembali ke pantai.”
“Apa kata ayahmu?”
“Aku tidak tahu ayahku sebenarnya mengatakan apa, tapi aku yakin ucapan yang keluar dari mulutnya sudah dikondisikan oleh ibuku. Katanya, aku diberikan jalan untuk melakukan apa yang aku suka. Namun harus disertai dengan tanggung jawab yang penuh. Maka, aku kembali ke pantai. Akhirnya mereka bangga padaku. Aku membangun rumah pantai ini dengan cintaku.”
“Sudah kubilang kan kalau kau hebat?”
“Sudah kubilang kan kalau teman-temanku harimau?”
“Lalu bagaimana kalian bisa berteman?”
“Hhh.. ceritanya panjang sekali. Yang jelas, aku takjub kami bisa bersatu. Mungkin benar adanya, perbedaan lah yang pada akhirnya akan menyatukan.”
“Ceritakan lah..”
“Kami bertemu pada pertemuan yang konyol. Saat itu kami masih labil. Sibuk bersenang-senang. Kupikir kami akan senang-senang selamanya. Menghamburkan uang, menghamburkan tawa. Utang sana, utang sini. Kami sangat bersenang-senang, sampai pada akhirnya kami harus melambaikan tangan kepada satu sama lain. Dua orang di antaranya naik ke awan, satu ke pegunungan, satunya lagi tak ada kabar seperti ditelan kawah, dan kabar terakhir aku kembali ke pantai.”
“Apa masalahnya hingga kau teramat sedih mengingat mereka?”
“Hahaha.. entahlah. Mungkin karena waktu aku mengetahui kabar mereka dalam keadaan sudah memiliki catatan sejarah di tempatnya masing-masing, aku masih membangun rumah pantai ini. Sebenarnya aku bisa menyelesaikannya tepat waktu, tapi aku memiliki referensi panutan yang berbeda dengan mereka. Banyak kutemukan orang-orang santai di pantai, bagaimana aku bisa meninggalkan pantai bila itu yang aku cari-cari selama ini?”
“Ya, aku mengerti bagaimana perasaanmu. Lalu.. apa mereka tidak mengertinya?”
“Bukan itu masalahnya.. Kami sudah saling mengerti satu sama lain.”
“Lalu apa masalahnya?”
“Masalahnya adalah kau.”
“Aku? Hah, aku?”
“Ya, kau, Kucil. Ingat kan, aku menemukanmu terdampar di pantai? Kau dan teman-temanmu dari The Celurits terdampar di pantai karena tenggelam saat memancing ikan? Ha-ha-ha..”
“Oh, Tuhan..”
“Ya.. Oh, Tuhan.. Demi Tuhan aku senang menemukanmu, dan teman-temanmu. Kalian seperti teman-teman masa kecilku. Menyenangkan. Kalian seperti hidup dalam dunia nostalgia, tanpa melupakan hari ini dan masa depan.”
“Ah.. berarti setelah itu ada masalah muncul dengan teman-teman studi kemahmu? Karena kami? Aku dan teman-temanku muncul di hidupmu, Harap?”
“Sebenarnya tidak ada.. Tapi karena aku tidak tahu alasan yang paling bagus untuk menolak ketika teman-temanmu mengajakku memancing ikan, yang bersamaan dengan mereka pun sama-sama mengajakku pergi ke sungai untuk memancing ikan. Tapi.. kalian membicarakan pantai.. dan mereka membicarakan awan. Mana yang kusukai? Mana? Kau tahu itu kan, Kucil? Aku menyukai pantai!”
“Kau sama sekali tak menyukai awan?”
“Aku suka awan. Aku selalu membayangkan aku ada di atas awan. Ada di antara awan dan mereka. Tapi aku hanya sebatas dataran pantai, Kucil.. Aku tidak bisa menggapai awan.. Sekalipun ada ombak pantai, orang-orang bermain di sana. Tidak seperti awan yang memiliki petir, semua orang tak ada yang ingin bersenang-senang di sana. Aku segan terhadap mereka. Tapi aku ingin ada bersama mereka..”
“Mereka tak kau ajak ke pantai?”
“Aku tidak bilang bahwa mereka tidak menyukai pantai.. Oh, Tuhan.. beruntungnya mereka. Mereka seperti lahir di atas awan, dan ada pantai di antaranya! Aku menyukai mereka, karena mereka pun menyukai pantai. Tapi mereka berbeda, mereka ada di awan, sekalinya pun turun tetap saja ada di atas gunung. Dan sebelum kau berpikir macam-macam, kutegaskan, mereka bukan penghuni kelas awan atau gunung yang sombong. Kau tahu mengapa aku takut kehilangan mereka? Karena mereka tidak seperti penghuni kelas awan dan gunung yang lainnya. Mereka menyukai semuanya..”
“Lalu.. apakah aku salah bila terus bertanya apa masalahmu?”
“Tidak.. karena aku baru menemukan masalahnya sekarang. Aku terlalu hanyut dalam buaian nostalgia pantai bersamamu dan teman-temanmu. Aku lalai tidak menjaga komunikasi dengan mereka.. aku merasa terbuang oleh mereka karena kelas kami berbeda, padahal aku yang membuang diriku sendiri..”
“Oh, Tuhan.. Mengapa seorang kerbau seperti dirimu harus merasa terbuang oleh mereka? Oke, mereka harimau dan kau kerbau, tapi.. tapi tidak ada yang salah menjadi kerbau, dan begitupun dengan harimau. Tidak ada yang salah dengan harimau dan kerbau menyatu. Karena kalian menyukai awan, gunung, dan pantai. Kalaupun ada satu di antara kalian yang tidak menyukai kesamaan kalian, lalu apakah harus berpisah?”
“…”
“Kau tahu, Harap? Aku menyukaimu. Aku menyukai hidupmu. Sedangkan beberapa temanku tidak menyukai gaya hidupmu. Mereka bertentangan denganmu. Kau yang sangat teratur. Kau yang tidak bisa santai. Kau yang selalu memikirkan semuanya. Kau yang menyelesaikan masalah-masalahku. Apakah dengan begitu mereka membenciku? Tidak! Karena kami lebih dulu disatukan sebelum aku disatukan olehmu, Harap. Kau harus menjaga yang telah bersatu. Jika memang itu harus dipisahkan, apakah harus dengan alasan kau memisahkan dirimu sendiri karena kau merasa terbuang? Tidak, Harap! Tidak!!”
***